Sunday, July 21, 2019

Identifikasi Para Ilmuwan Tentang Kehancuran Peradaban Suku Maya



Selama 1200 tahun Suku Maya mendominasi Amerika Tengah. Pada puncak kejayaannya sekitar tahun 900 Masehi, kota-kota Maya dipadati oleh sekitar 2.000 orang per mil persegi, sama dengan kota Los Angeles saat ini. Bahkan di wilayah pedesaan, penduduknya tetap menunjukkan jumlah yang besar, 200 – 400 orang per mil persegi. Namun tiba-tiba, semuanya menjadi sunyi. Dan kesunyian ini adalah saksi salah satu kehancuran demografis dalam sejarah umat manusia, runtuhnya peradababan suku Maya.

Jadi apa yang terjadi ? Beberapa peneliti yang dibiayai oleh NASA berpikir bahwa mereka mengetahui jawabannya.

“Mereka menyebabkan kemusnahan mereka sendiri,” Kata arkeolog veteran Tom Sever.

“Suku Maya sering digambarkan sebagai masyarakat yang tinggal dalam keharmonisan dengan lingkungannya,” Kata mahasiswa PhD Robert Griffin. “Namun seperti kebudayaan lain sebelum dan sesudah mereka, mereka menebang hutan dan menghancurkan lingkungannya untuk bertahan hidup di masa sukar.”

Menurut para peneliti, musim kemarau panjang muncul pada waktu yang bersamaan dengan hilangnya peradaban bangsa Maya. Dan pada saat kehancurannya, penduduk Maya juga menebang begitu banyak pohon untuk menyediakan lahan jagung bagi populasi mereka yang terus berkembang. Selain itu mereka juga menebang pohon-pohon untuk membuat kayu bakar dan membuat bangunan.

“Paling sedikit mereka harus menebang sekitar 20 pohon untuk memanaskan batu kapur hanya untuk membuat plester kapur seluas 1 meter persegi yang digunakan untuk membangun kuil megah, waduk dan monumen,” Kata Sever menjelaskan.

Ia dan timnya menggunakan simulasi komputer untuk merekonstruksi bagaimana penggundulan hutan memainkan peranan penting dalam memperburuk musim kemarau yang melanda. Mereka juga mengisolasi efek penggundulan hutan dengan menggunakan model iklim komputer yang terbukti akurat : PSU/NCAR mesoscale atmospheric circulation model, yang juga dikenal dengan sebutan MM5 dan Community Climate System Model atau CCSM.

“Kami membuat model untuk skenario terbaik dan terburuk : pertama, 100 persen penggundulan hutan di wilayah Maya dan kedua, tidak ada penggundulan hutan,” Kata Sever. “Hasilnya mengejutkan. Hilangnya semua pohon ternyata dapat menyebabkan temperatur naik 3-5 derajat dan curah hujan berkurang 20-30 persen.”

Hasil penelitian ini memang memberikan informasi baru, namun penelitian lebih lanjut masih dibutuhkan untuk memberikan penjelasan lengkap mengenai mekanisme runtuhnya suku Maya. Catatan arkeologi mengungkapkan bahwa walaupun sebagian kota-kota Maya lenyap pada masa kemarau panjang, beberapa kota berhasil bertahan.

“Kami percaya bahwa kekeringan panjang membawa dampak berbeda di wilayah yang berbeda.” Kata Griffin. “Kami juga percaya bahwa naiknya temperatur dan berkurangnya curah hujan yang diakibatkan oleh penggundulan hutan menyebabkan masalah serius kota-kota Maya.”

Suku Maya melakukan penggundulan hutan dengan menggunakan metode agrikultur tebang dan bakar, sebuah metode yang masih digunakan oleh mereka hari ini.

“Kita tahu bahwa setiap 1 hingga 3 tahun setelah menanami sebuah lahan, lahan tersebut harus didiamkan selama sekitar 15 tahun untuk memulihkan mineral-mineralnya. Pada masa itu, pohon-pohon dan vegetasi dapat tumbuh kembali di lahan itu sementara kita dapat menebang dan membakar wilayah lain untuk ditanami.”

Namun, apa jadinya jika kita tidak mendiamkan sebuah lahan cukup lama untuk memulihkan mineralnya ? Dan apa jadinya jika kita terus menebang hutan untuk memenuhi kebutuhan makanan yang terus bertambah ?

“Kami percaya itulah yang terjadi,” Kata Griffin. “Suku Maya menebang habis sebagian besar wilayah dan mereka melakukan pertanian secara berlebihan.”

Kekeringan bukan hanya membawa kesulitan untuk pertanian, namun suku Maya juga mengalami kesulitan menyimpan air untuk persediaan musim kemarau.

“Kota Maya mencoba untuk menyimpan persediaan air 18 bulan di waduk,” Kata Sever. “Contohnya, di Tikal ada waduk yang menampung jutaan galon air. Tapi tanpa curah hujan yang cukup, waduk itu menjadi kering.” Kelaparan dan kehausan melanda. Dan selanjutnya menjadi sejarah.

“Di beberapa kota Maya, kuburan massal yang ditemukan berisi beberapa kelompok tengkorak dengan potongan batu jade di giginya, yang memang biasanya hanya dipakai penduduk kelas atas suku Maya. Hal ini mungkin menunjukkan adanya pembunuhan massal para kaum aristokrat.” Kata Sever lagi.

Ia percaya bahwa penggundulan hutan dan kemarau yang menyebabkan kelaparan mungkin telah membawa akibat lainnya seperti perang saudara dan wabah penyakit.

Banyak fakta yang terungkap ini berasal dari pencitraan gambar oleh satelit. “Dengan menginterpretasikan data infra merah satelit, kami mengidentifikasi ratusan kota-kota kuno Maya yang ditinggalkan yang bahkan sebelumnya tidak pernah diketahui.

Suku Maya menggunakan plester kapur sebagai fondasi pembangunan kota-kota mereka yang penuh dengan kuil-kuil indah, observatori dan piramid. Selama ratusan tahun, Kapur tersebut meresap kedalam tanah. Hasilnya, vegetasi di sekitar reruntuhan bangunan Maya terlihat berbeda dalam pencitraan infra merah, bahkan sampai hari ini.”

“Teknologi ruang angkasa telah merevolusi arkeologi.” Sever menyimpulkan.”Kami menggunakannya untuk menyelidiki tragedi masa lampau untuk mencegah hal itu terjadi di masa kini.”

Year Information : 2009
Source : Google, Wikipedia, and Enigma

No comments:

Post a Comment